Sabtu, 20 Agustus 2016

ASAL USUL MAS PAKEL UKIR KATENG



Bermula sejarah  Mas Pakel Ukir tidak terlepas dari sejarah masuknya agama islam di Bayan,dalam sejarah tentang masuknya agama islam di Bayan ,diberitakan tentang keluarga Datu Bayan yang pertama memeluk agama islam adalah Titi Mas Supakel dan keluarganya.

Agama Islam  masuk di Bayan pada tahun 1505 M,yang dibawa oleh utusan Sunan Dalem yang merupakan putra pertama dari Sunan Giri Kedathon,pengislaman tersebut atas perintah Ratu Giri.

Pada tahun 1510 M Kebo Kanigoro atau Pangeran Pengging yang dikenal di Bayan denangan nama Pangeran  Mangkubumi datang ke Bayan dan menyebarkan agama islam sufie.

Ketika agama islam masuk di Bayan maka dilaksanakan penghitanan kepada semua keluaga Datu yang laki-laki,Titi Mas Supakel mempunyai empat orang putra dan seorang putri.

Adapun putra putri Titi Mas Supakel adalah sebagai berikut :

1-Titi Mas Rempung
2-Titi Mas Bunbunan
3-Titi Mas Sunsunan
4-Titi Mas Muter
5-Titi Mas Pande ( putri )


Ketika Agama Islam masuk di Bayan ,maka putra putra Datu Bayan dikhitan sesuai dengan syariahislam,namun seorang putra dari Titi Mas Supakel yang bernama Titi Mas Bunbunan menolak untuk dikhitan,dan Titi Mas Bunbunan pindah ke Bali dan tetap memeluk Agama Hindhu,dan Titi Mas Sunsunan dikirim oleh ayahnya ke Pejanggik dan menetap di sana.Setelah Agama Islam berkembang di Bayan,Titi Mas Supakel pindah ke Gunung Batua,dan pemerintahan diserahkan kepada putranya yang paling besar bernama Titi Mas Perempung tahun 1552 M,namun pemerintahannya tidak berlangsung lama ,maka pada tahun 1560 M pemerintahan diserahkan kepada adik perempuannya yang bernama Titi Mas Pande yang bergelar Ratu Mas Bayan Agung dalam pemerintahan Ratu Mas Bayan Agung ini Agama Islam berkembang di Bayan dan Kedatuan Bayan berkembang maju,karena Ratu Mas Bayan Agung dikenal memerintah dengan adil dan bijaksana.

Titi Mas Supakel memerintahkan seorang puteranya yang bernama Titi Mas Muter untuk pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan belajar agama di Mekah,dan di Mekah Titi Mas Muter diganti namanya menjadi Syeikh Nurul Rosyid,ketika Syeikh Nurul Rosyid pulang kembali ke Bayan .Syeikh Nurul Rosyid singgah dulu di Bagdad ,dan di Bagdad ia menuntut ilmu kepada seorang mursyid.dan di Bagdad Syeikh Nurul Rasyid diberikan nama gelar oleh Gurunya dengan nama Gosz Abdur Razaq.

Dengan kembalinya Titi Mas Muter atau Gaosz Abdur Razaq ,maka ia mulai menyebarkan agama Islam di Bayan bersama Sunan Prapen,dan mendirikan Masjid Bayan pada tahun 1578 M,yang sampai saat ini masih berdiri sebagai bukti sejarah tentang perkembangan agama islam di Bayan.

DENEK MAS PAKEL UKIR

Titi Mas Sunsunan yang diutus oleh Ayahanda untuk menetap di Pejanggik menikah dengan Putri dari Denek Mas Komala Aji yang bernama Dewi Mas Seruni,dari pernikahan tersebut lahirlah seorang putra yang bernama Denek Mas Muterng Gumi/Putreng Gumi.Denek Mas Mutereng Gumi mempunyai seorang putra yang bernama Denek Mas Supakel Ukir.



 Sebelum Karangasem melebarkan kekuasaan ke Lombok, untuk penjajakan raja menjalin lawatan (perkenalan-persahabatan) politik dengan beberapa raja. Di kerajaan Pejanggik Lombok Tengah, raja berkenalan dengan Datu Pejanggik Maspanji Meraja Sakti memiliki anak muda bernama Mas Pakel Ukir. Sebagai tanda perasudaraan, raja Bali mengundang Mas Pakel datang dan tinggal di Bali alias diangkat menjadi keluarga kerajaan Karangasem.

Mas Pakel adalah seorang pemuda gagah, ganteng, dan sangat sopan, sehingga para putri raja bahkan istri raja sangat menyukainya. Akibatnya, keluarga lingkungan kerajaan banyak yang merasa iri atau sakit hati. Mereka lantas membuat fitnah bahwa: Mas Pakel Ukir merusak pagar ayu, merusak istri raja, merusak putri-putri raja, yang mestinya dijaga. Gencarnya profokasi menyebabkan raja termakan oleh cerita ini, sehingga membuat rekayasa untuk menyingkirkan pemuda Pakel. Pakel ditunjuk menjadi panglima, dan seolah dikirim untuk melawan musuh. Namun, di wilayah yang kini ada di kawasan Tohpati Mas Pakel berusaha untuk dibunuh. Mas Pakel Ukir sangat sakti, sehingga tidak bisa mati. Meski demikian, Pakel yang sendirian juga tidak bisa selamat dari pengeroyokan. Konon ia lantas mengambil sikap, ”Saya sekarang tahu bahwa saya direkayasa untuk dibunuh. Kalau mau membunuh saya bawalah saya ke Pantai Ujung”. Proses berikutnya ada tiga versi:Pertama, Di pantai Mas Pakel tetap gagal dibunuh, sehingga akhirnya diusir balik ke Lombok dengan memakai perahu kecil (perahu pancing). Adapun makam yang ada di dekat Panjai Ujung, Karangasem itu, bukan makam Datu Mas Pakel Ukir (yang dikenal dengan sebutan Sunan Mumbul) tetapi makam Raja Pejanggik yang ditawan Raja Karangasem hingga meninggal. Kedua, ketika patih yang ditugaskan untuk membunuh mengayunkan pedang, Mas Pakel tiba-tiba menghilang dari pandangan dan berlari di atas air. Patih lantas membuat rekayasa untuk lapor pada raja, dengan membunuh seekor anjing dan hatinya diserahkan pada raja sebagai bukti bahwa dia telah menjalankan perintah. Namun, beberapa hari setelah peristiwa itu, tiba-tiba muncul seberkas sinar tempat Mas Pakel Ukir menghilang, dan tanah yang semula rata berubah menjadi gundukan menyerupai kuburan. Sejak itulah Mas Pakel dijuluki dengan sebutan Sunan Mumbul. Ketiga, Pakel akhirnya memang dibunuh, karena dia telah melepaskan kesaktian. Mayatnya dikubur di Pantai itu. Namun, ketika hendak dibunuh dia mengeluarkan kutukan: ”siapapun yang membunuh, semua keturunannya kalau lewat lokasi ini akan sakit jika tak bisa kencing di sekitar sini”. Perkataan Pakel ini dipercaya menjadi tuah oleh komunitas Hindu setempat. ”Saya kenal I Gede Gusti Putu. Dia nunggu dulu nggak mau lewat kalau belum kencing. Kalau belum kencing ndak berani lewat katanya. Makam yang dipercaya sebagai kuburan Mas Pakel ini kini biasa diziarai terutama pada 15 hari pasca lebaran Iedzul Fitri.

Namun jika kita lihat tentang berita dari Lombok ,bahwa Mas Pakel Ukir tidak dibunuh,namun diberikan sebuah perahu untuk kembali ke Pulau Lombok,dan Patih Kerajaan Karang Asem yang ditugaskan untuk membunuh Mas Pakel Ukir membuat laporan kepada Raja,bahwa Mas Pakel Ukir telah dibunuhnya di Pantai Ujung.Sebagai bukti bahwa Mas Pakel Ukir tidak dibunuh dan kembali ke Lombok yaitu adanya keturunannya yang sampai saat ini masih ada di Lombok yaitu di sekitar wilayah Kateng dan Mangkung.Di Lombok menurut beberapa sumber disebutkan Putri dari Mas Pakel Ukir dinikahkan dengan Putra Maspanji Komala Patria yang melahirkan seorang putra bernama Maspanji Turu ,dan mas Maspanji Turu melahirkan tiga orang putra yang bernama :

1-Denek Laki ( Demung ) Nanggali yang beranak pinak di Kateng
2-Denek Laki ( Demung ) Suwa yang beranak pinak di Mangkung
3-Denek Laki ( Demung ) Paritu yang beranak pinak di Selebung Ketangga

Terkait Mas Pakel dalam konteks sejarah penaklukan Lombok oleh Karangasem, terdapat dua interpretasi sejarah.

Pertama, Pengangkatan Mas Pakel sebagai saudara kerajaan dan dipersilahkan tinggal di Karangasem, sejak awal telah dirancang untuk wahana penjajakan kekuatan: Ingin tahu berapa kekutannya, dan berapa prajuritnya. Jadi dengan adanya Datuk Mas Pakel atau disebut juga Datuk Pemuda Mas diambil sebagai saudara, kerajaan Karangasem bisa leluasa kesana-kemari untuk menyelidiki kekuatan lawan. Setelah mengetahui kekuatan dan kelemahan Lombok, Mas Pakel Ukir yang tidak lagi “dibutuhkan” disingkirkan, sedangkan penaklukan atas Lombok segera dilakukan. Jadi, pengusiran/pembunuhan Pakel dengan alasan ”merusak pagar ayu keraton”, hakekatnya sengaja direncanakan untuk mencari alasan permusuhan alias pengabsah bagi Karangasem untuk melakukan penyerangan terhadap Lombok.

Kedua, kemungkinan lain raja Karangasem memang tidak melakukan rekayasa, tetapi murni ingin membangun persahabatan dengan Lombok termasuk dengan mengangkat saudara Mas Pakel. Tetapi, raja akhirnya termakan fitnah yang dibangun elemen kerajaan yang anti Islam dan anti Mas Pakel . Akibatnya, raja Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem benar-benar marah, mengusir/membunuh Mas Pakel, bahkan akhirnya melampiaskan kemarahan dengan melakukan perang penaklukan terhadap Lombok (Selaparang dan Pejanggik).

Lombok akhirnya berhasil ditaklukkan Karangasem (Bali) pada tahun 1692 M, sebagai tanda penaklukan kedua setelah sebelumnya pernah diserang oleh Gelgel era Waturenggong. Banyak hal memberi bukti terkait dengan penaklukkan ini. ”Kampung-kampung di Lombok setelah diduduki Karangasem harus ditambah namanya dengan nama Karang. Makanya kalau ke Lombok nama kampung-kampung (kecuali yang baru) pasti pakai nama Karang. Yang dulu kampung Jangkong menjadi Karang Jangkong. Yang namanya kampong Meranggi menjadi Karang Meranggi. Semua pake Karang, Karang Gentel, hampir seluruhnya”. Selain itu, raja Karangasem juga berusaha mempersaudarakan antara Hindu dan Islam dengan cara mengakulturasi bahasa. Maka diadopsilah bahasa Lombok, Beraye, sementara bahasa Bali yang dibawa adalah Menyame. Maka jadilah Menyame Braye. ”Awalan bahasa Bali pasti Me, kalau tidak berteman. Sementara Beraye adalah bahasa Lombok, dengan awalan Be. Ketika menjadi bahasa Bali misalnya: Paling tiang Bebatur. Hasil akulturasi itu dijadikan satu bahasa Bali dan Lombok. Jadi, awalnya Menyama Braye itu di Puri Karangasem, lantas menyebar ke seluruh Bali”,yang ahli membaca lontar peninggalan generasi lampau.

Selain itu, setelah penaklukan, orang-orang Lombok yang dianggap sakti lantas dibawa raja ke Karangasem dengan maksud agar membantu keraton. “Menurut cerita kakek saya, mereka yang didatangkan kebanyakan orang-orang bertuah. Orang-orang yang artinya mempunyai power, tentu sesuai zaman itu. Kalau menurut saya istilahnya ndak sakti, nabi saja dilempar patah giginya. Kalau menurut saya mereka itu orang-orang yang saya anggap mempunyai power dan keberanian, mempunyai pengaruh, mempunyai kepemimpinan karismatik begitulah. Orang-orang seperti itulah yang dibawa kemari”.

Mereka inilah cikal bakal komunitas-komunitas Muslim Karangasem, yang mayoritas berasal dari Lombok. Orang-orang sakti ini ditempatkan sepasang-sepang (baca: suami istri) dengan: memakai strategi mengelilingi Puri Kanginan sebagai tempat raja. Di sebelah selatan ada Banjar Kodok, di sebelah selatannya lagi kampung Islam Dangin Seme. Di sebelah barat ada desa Hindu, sebelah baratnya lagi Kampung Islam Bangras. Intinya, penempatan dilakukan secara selang-seling Islam-Hindu, mengelilingi puri. ”Itu strategi raja untuk mempersatukan rakyat Karangasem, sekaligus mengamankan puri”, Namun, logika itu juga memberikan arti bahwa puri tampaknya tidak terlalu merasa aman jika hanya dikelilingi rakyat Hindu, serta memerlukan pengawalan dari rakyat yang justru beda agama. Pada kenyataannya memang kalangan Islam dapat dipercaya raja untuk menjadi ”pengawal puri”. Inilah yang menjadi satu sebab kenapa Umat Islam Karangasem dengan Puri menjadi sangat akrab.

Selain Dangin Seme, kampung-kampung kuno Islam lain di Karangasem sejarahnya juga sama. Mereka sengaja ditaruh sepasang-sepasang (baca: kira-kira suami istri), dengan posisi mengelilingi Puri. Posisi mengelilingi puri dibuat dua lapis. Seperti Dangin Seme termasuk lapisan pertama. Lapisan kedua seperti Segar Katon, Ujung Pesisi, Kebulak Kesasak, Bukit Tabuan, dengan formasi juga mengelilingi puri. Lapis kedua bahkan sampai Saren Jawa dan Kecicang.

Adapun muslim yang ditempatkan di Sindu, spesifik untuk menghadang kerajaan Klungkung. Yang ditaruh di Sidemen untuk menghadang dan memata-matai gerak-gerik kerajaan Klungkung. Dengan kata lain, komunitas muslim Sindu –yang jaraknya sekitar 30 km dari Dangin Seme– dulunya memang spesial untuk memata-matai Klungkung.

Selain Shindu ada kampung Islam lain yang kala itu mempunyai posisi super spesial, sehingga nama kampung pun memiliki nama yang mencerminkan posisi dan fungsi yang super spesial. Kamunitas Kampung Karang Tohpati, adalah contohnya. Toh itu artinya mempertaruhkan, sedangkan pati atinya jiwa. “Kala itu kaum Muslim sebenarnya bukan tinggal di Karang Tohpati, tetapi mereka memang tinggal di lokasi Tohpati di wilayah Bebandem di Saren Jawa. Di situlah ada namanya Tohpati, di situlah dulunya dia tinggal, untuk menjaga kalau ada musuh. Di lokasi itu Tohpati mempertaruhkan Jiwa”, “Kasus ini sama dengan orang-orang Subagan yang asalnya dari Sekar Bela. Sekar artinya kembang, bela maknanya membela. Jadi dia suka membela raja sampai namanya wangi seperti kembang karena membela”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar